Stres Akademik: Tantangan Psikologis dalam Dunia Pendidikan

Oleh: Agita Adriana Pasya*

Belajar merupakan aktivitas utama yang dilakukan oleh siswa. Siswa merupakan salah satu hal pokok dalam pendidikan, karena siswa berperan sebagai orang yang mengembangkan potensinya. Dalam proses pendidikannya, tentu banyak sekali tuntutan yang diterima oleh siswa. Ketika siswa tidak dapat memenuhi tuntutan-tuntutan tersebut, maka siswa akan merasa tertekan dan berujung kepada stres.

Apa itu Stres Akademik?

Stres merupakan respon tubuh yang nonspesifik dalam kehidupan sehari-hari dan interaksi antar individu dengan lingkungannya yang akan menyebabkan munculnya ketegangan dan tantangan bagi individu untuk mengatasinya, sehingga dapat memberikan dampak terhadap individu yaitu fisik, psikologis, intelektual, sosial dan spiritual (Tamara dan Chris, 2018).

Stres yang ditimbulkan akibat kegiatan akademik disebut dengan istilah stres akademik. Stres akademik adalah stres yang berhubungan dengan kegiatan belajar siswa di sekolah, berupa ketegangan-ketegangan yang bersumber dari faktor akademik yang dialami siswa, sehingga mengakibatkan terjadinya distorsi pada pikiran siswa dan mempengaruhi fisik, emosi, dan tingkah laku (Sudarsana, 2019).

Faktor Penyebab Stres Akademik

Menurut Rohmah dan Mahrus (2024) faktor penyebab stres akademik dapat dibagi  menjadi dua kategori, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal mencakup segala hal yang berasal dari dalam diri mahasiswa itu sendiri. Misalnya, ekspektasi yang tinggi terhadap pencapaian akademik sering menimbulkan tekanan emosional jika tidak tercapai.

Selain itu, kondisi kesehatan mental seperti kecemasan atau depresi, serta kesehatan fisik yang buruk akibat kurang tidur atau pola makan tidak sehat, juga turut memperparah stres. Mahasiswa yang kesulitan mengatur waktu biasanya merasa kewalahan dengan berbagai tanggung jawab. Di samping itu, kekhawatiran tentang masa depan serta pencarian jati diri selama masa kuliah menjadi beban tambahan yang bisa memicu stres.

Sementara itu, faktor eksternal berasal dari lingkungan sekitar. Tekanan akademik seperti banyaknya tugas dan persaingan nilai sering menjadi penyebab utama stres. Masalah keuangan, terutama bagi mahasiswa yang harus membiayai sendiri kuliahnya, juga dapat meningkatkan tekanan.

Konflik dalam hubungan sosial baik dengan teman, pasangan, maupun keluarga bisa memicu stres emosional. Selain itu, kondisi tempat tinggal yang tidak nyaman serta lingkungan belajar yang kurang mendukung membuat mahasiswa kesulitan berkonsentrasi. Kurangnya dukungan sosial pun memperparah rasa terisolasi yang bisa dialami mahasiswa.

Dampak Stres Akademik

Menurut Fiqih dan Ratnawati (2023) stres akademik dapat memberikan dampak serius bagi mahasiswa, baik secara fisik maupun mental. Salah satu dampaknya adalah perubahan status gizi, yang terjadi karena stres memengaruhi perilaku makan dan asupan gizi. Jika pola makan tidak sehat berlangsung lama, berat badan dan status gizi pun ikut terganggu.

Selain itu, stres juga dapat memicu gangguan pada saluran pencernaan seperti nyeri perut, gangguan kerongkongan, lambung, hingga usus. Mahasiswa yang mengalami stres berlebihan juga rentan terhadap sindrom dispepsia fungsional, yang ditandai dengan rasa kenyang yang cepat dan nyeri pada ulu hati akibat meningkatnya asam lambung.

Tidak hanya itu, stres sering menyebabkan insomnia atau gangguan tidur, yang berdampak pada menurunnya konsentrasi belajar, rasa lelah, bahkan pusing saat bangun tidur.

Secara akademik, stres juga berkontribusi pada penurunan prestasi belajar. Hal ini disebabkan oleh hilangnya minat terhadap jurusan yang diambil, rendahnya motivasi, dan kesulitan dalam mengatasi masalah belajar.

Cara Mengelola Stres Akademik

Mengelola stres akademik secara efektif sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara kesehatan mental dan pencapaian akademik. Menurut Rohmah dan Mahrus (2024) ada beberapa strategi yang dapat diterapkan meliputi manajemen waktu, teknik relaksasi, dukungan sosial, dan aktivitas fisik.

Pertama, manajemen waktu adalah kunci utama. Mahasiswa disarankan untuk membuat jadwal harian atau mingguan, menghindari kebiasaan menunda-nunda tugas (prokrastinasi), mengatur prioritas secara bijak, serta menyisihkan waktu khusus untuk istirahat dan relaksasi.

Kedua, teknik relaksasi dan mindfulness juga terbukti efektif. Latihan pernapasan dalam, yoga, visualisasi tempat yang menenangkan, mindful walking, dan mindful eating bisa membantu menenangkan pikiran. Kegiatan seperti menulis jurnal dan praktik bersyukur pun berkontribusi pada peningkatan kesehatan emosional.

Ketiga, konseling dan dukungan sosial memiliki peran penting. Mahasiswa dapat memanfaatkan layanan konseling kampus atau online, membangun jaringan dukungan, serta berbagi cerita dengan orang terdekat. Penting untuk disadari bahwa mencari bantuan bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk keberanian.

Terakhir, olahraga dan aktivitas fisik secara rutin dapat membantu mengurangi stres. Aktivitas fisik yang menyenangkan, latihan peregangan, serta pemahaman atas batas tubuh membantu menjaga energi dan mencegah kelelahan berlebih.

Dengan menerapkan strategi-strategi ini secara konsisten, mahasiswa dapat lebih siap menghadapi tekanan akademik dengan cara yang sehat dan positif.

*Penulis adalah Mahasiswa Psikologi UAD dan Konselor Magang FLC

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *