Fatima Mernissi, seorang aktivis feminis Muslim, telah berkontribusi signifikan dalam memperjuangkan hak-hak perempuan melalui pemikirannya. Dalam konteks Islam, Mernissi berusaha merekonstruksi pemikiran tentang peran perempuan dengan menggali nilai-nilai dan ajaran dalam Al-Qur’an yang menegaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Kesadaran Mernissi akan pentingnya kesetaraan bermula pada pengalaman pribadinya tinggal di harem di kota Fez, Moroko. Lingkungan tinggal semasa kecilnya yang membatasi gerak perempuan. Keresahan dalam dirinya tersebut dijadikan bahan diskusi oleh Mernissi dengan orang-orang sekitarnya, salah satunya Lala Yasmina, neneknya yang memberikan penjelasan logis terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW. Terlebih, terhadap hadis-hadis yang dipandang merugikan perempuan, Mernissi merasa Rasulullah SAW yang memuliakan dan bersikap baik terhadap perempuan, tidak mungkin tega mengatakan bahwa apabila perempuan memegang kendali kepemimpinan hanya tinggal menunggu waktu kehancuran.
Berikut adalah beberapa pemikiran Fatima Mernissi terhadap perempuan.
Kritik terhadap Hadis-Hadis Misoginis
Fatima Mernissi tidak hanya mengkritik hadis-hadis yang dianggap merugikan perempuan, tetapi juga berusaha mengkaji hadis-hadis tersebut secara mendalam. Ia menunjukkan bahwa banyak hadis yang digunakan untuk menurunkan status perempuan sebenarnya tidak bersumber dari Rasulullah secara eksplisit. Mernissi berpendapat bahwa interpretasi hadis harus dilakukan secara kontekstual, mengingat bahwa munculnya suatu hadis atau ayat tidak pernah terlepas dari kejadian sekelilingnya.
Merekonstruksi Teks Agama
Mernissi berpendapat bahwa teks agama harus direkonstruksi untuk memahami maknanya yang sebenarnya. Ia menunjukkan bahwa makna teks agama dalam Al-Qur’an tidak mencapai kesetaraan yang diinginkan ketika dipelajari secara dangkal. Melalui studi ilmu tafsir dan hermeneutika, Mernissi berusaha menemukan makna yang egaliter dalam teks-teks agama.
Peran Perempuan dalam Islam
Fatima Mernissi menegaskan bahwa perempuan tidak hanya tidak seimbang dan tidak adil, tetapi juga dapat disebabkan oleh interpretasi yang salah. Ia mencontohkan peran perempuan Muslimah dalam berpartisipasi di bidang pemerintahan dan menggambarkan mereka sebagai ratu yang umumnya diakui oleh rakyatnya. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan memiliki potensi yang signifikan dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam bidang domestik.
Kesetaraan dalam Al-Qur’an
Mernissi mengutip beberapa ayat Al-Qur’an yang menegaskan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Ia berpendapat bahwa visi dan misi Islam menegakkan dan memberikan kepastian terkait dengan kesetaraan seksual. Momen hijrah, misalnya, adalah sebuah tindakan politis yang melibatkan laki-laki dan perempuan, dan harus dimaknai sebagai afirmasi kesetaraan.
Relevansi di Era Modern
Pemikiran Mernissi tidak hanya relevan dalam konteks sejarah, tetapi juga di era modern. Ia menunjukkan bahwa perempuan memiliki kedudukan yang tinggi dan memiliki kesetaraan yang sama dengan laki-laki dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, politik, sosial, dan keluarga. Pemikirannya menyeimbangkan dengan Al-Qur’an dan Hadist, yang menegaskan bahwa perempuan berhak untuk mendapatkan kesetaraan.
Dampak Pemikiran Mernissi
Pemikiran Fatima Mernissi telah memiliki dampak signifikan dalam membangun kesadaran tentang hak-hak perempuan dalam Islam. Ia telah menginspirasi banyak intelektual Muslim untuk merekonstruksi ajaran-ajaran dan praktik agama yang subordinatif. Pendidikan Islam, misalnya, dapat digunakan sebagai media transformasi untuk menumbuhkan nilai-nilai insaniah dan ilahiyah pada subyek didik dan satuan sosial masyarakat.
Dalam kesimpulan, pemikiran Fatima Mernissi tentang perempuan dalam Islam adalah tentang membangun kesetaraan melalui kritik terhadap hadis-hadis misoginis, merekonstruksi teks agama, dan menegaskan kesetaraan dalam Al-Qur’an. Pemikirannya telah menjadi landasan penting dalam gerakan feminisme Islam dan terus relevan di era modern.
