Terbentuknya perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Keluarga, lingkungan, pertemanan, dan pengalaman (adverse children experience, positive children experience, dll), merupakan contoh faktor eksternal pembentuk perilaku individu. Sedangkan faktor internal atau biologis individu yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku individu diantaranya, kepribadian, pola asuh orang tua, interest atau minat, sikap, dan lain sebagainya.
Faktor pengalaman menjadi salah satu hal yang berpengaruh terhadap pembentukan perilaku individu, baik pengalaman positif maupun pengalaman negatif yang menimbulkan luka maupun trauma pada individu. Individu memiliki rekam jejak setiap peristiwa yang dialaminya dari masa kecil hingga dewasa. Beberapa ahli menyebutkan bahwa pengalaman atau peristiwa yang dialami di masa lalu dan belum terselesaikan dengan baik disebut dengan inner child.
Inner child dapat dikatakan sebagai kumpulan peristiwa yang dialami individu sejak masa kecil dan berdampak pada kehidupan individu pada masa sekarang. Inner child merepresentasikan pikiran dan perasaan anak yang secara umum diperoleh dari masa kecil dan melibatkan emosi, seperti rasa takut, reaksi, dan sikap pada diri sendiri maupun orang lain. Secara mayoritas, orang dewasa tidak merasa bahwa mereka terhubung dengan inner child mereka sendiri sehingga menyebabkan banyak kesulitan dalam berperilaku, mengendalikan emosi, dan kesulitan dalam menjalin hubungan.
Masa kanak-kanak adalah masa dimana individu mudah mengingat setiap hal yang dilihat, didengar, maupun dialami oleh dirinya, seperti diabaikan oleh orang terdekat, kehilangan orang terdepak, mendapatkan kekerasan secara fisik maupun emosional, dan lain sebagainya dapat berdampak pada terlukanya inner child yang mereka miliki. Hal tersebut dapat terbawa sampai individu tersebut dewasa terlebih lagi apabila ia tidak menyadari dan tidak mencoba untuk menyembuhkannya.
Lalu dampaknya apa?
Sebuah penelitian menemukan bahwa anak yang sejak dini mendapatkan trauma, baik fisik maupun psikologis dapat mengakibatkan anak tumbuh dan berkembang menjadi seseorang yang mengalami depresi, agresif, murung, mudah menangis, mudah melakukan kekerasan pada orang lain, hingga penurunan kognitif.
Bentuk peristiwa seperti apa saja sih yang bisa melukai inner child individu?
Peristiwa traumatis seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, diabaikan, penolakan, serta pengalaman berpisah dari orang terdekat yang dicintainya dapat menjadi penyebab terlukanya inner child yang dimiliki individu. Dampak yang paling banyak dirasakan akibat peristiwa tersebut diantaranya adalah, kecemasan, tidak mampu mengendalikan diri, mudah mengeluarkan emosi negatif, memiliki permasalahan dalam membangun hubungan dengan keluarga, gangguan tidur, bahkan hingga self-harm, suicidal, dan berperilaku agresif.
Trauma tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam menilai dirinya sendiri maupun orang lain. Anak yang mendapatkan kekerasan secara fisik dapat mengembangkan emosi negatif dalam dirinya, seperti rasa takut, merasa tidak diterima di lingkungan, sakit hati yang dapat membuat anak melakukan segala cara untuk diterima oleh orang lain ketika ia dewasa. Sedangkan anak yang mengalami kekerasan seksual sangat mungkin mendapatkan ancaman dari pelaku untuk tidak menceritakannya sehingga anak merasa malu dan takut. Hal tersebut mengganggu proses regulasi emosi dalam diri anak.
Penelitian menyebutkan bahwa individu yang tidak mengetahui inner child yang dimilikinya atau ia mengetahui, tetapi tidak berusaha untuk menyembuhkannya dapat berdampak buruk ketika ia berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Sebaliknya, apabila individu mengetahui dan berusaha untuk menyembuhkan serta menerima inner child miliknya, maka akan menghasilkan perilaku positif dan mengembangkan diri menjadi seseorang yang lebih baik.
So, penting bagi kita untuk menyadari dan berusaha untuk menerima inner child yang kita miliki, selalu memaafkan dan mencintai diri kita. Berdamai dengan masa lalu dan mengembangkan diri menjadi individu yang lebih baik untuk masa depan.
Sumber referensi:
Dewi, E. M. P., Putri, R. F. D., Sulistiawati, S., Musdalifa, M., Syam, U., Safaruddin, N. U., & Dwianri, N. J. P. (2023). Mengenali inner child untuk berdamai dengan luka masa kecil. Madaniya, 4(2), 640-648. https://doi.org/10.53696/27214834.356
Suryana, D., & Latifa, B. (2023). Inner child influence on early childhood emotions. Educational Administration: Theory and Practice, 29(3), 289-299. https://doi.org/10.52152/kuey.v29i3.693