Bulan September belum usai, namun September ini, 3 orang perempuan Indonesia telah meregang nyawa secara tidak adil. Nyawa perempuan-perempuan ini habis di tangan orang-orang terdekatnya. Laki-laki yang mengenal bahkan memiliki relasi personal diamankan polisi sebagai tersangka.
3 kasus pembunuhan dan perkosaan:
Kasus pertama menimpa AA (13 tahun), seorang siswi asal Palembang, Sumatera Selatan yang ditemukan tewas di area Pemakaman Umum, Talang Kerikil, Palembang. AA diduga diperkosa dan dibunuh oleh empat orang anak di bawah umur. Hasil investigasi menunjukkan bahwa penyebab kematiannya adalah sesak napas karena kekurangan oksigen, dengan bukti trauma benda tumpul yang ditemukan di leher korban.
Gadis penjual gorengan dibunuh dan ditemukan dalam kondisi terikat dan tanpa busana. Polisi menduga, NKS, gadis tersebut, dibunuh oleh Indra, seorang residivis pencabulan yang saat ini dalam kejaran polisi. Kejadian ini terjadi di Padang Pariaman, Sumatera Barat.
Daini Jarjas (30 tahun), pelaku KDRT maut di Ciwastra, Kelurahan Margasari, Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung merenggut nyawa Siti Oktaviani, istri sahnya. Dimulai dari cekcok karena DAini mencurigai SO berselingkuh, lalu berujung pada pemukulan berkali-kali terhadap korban, terutama ke bagian muka. Aksi keji itu diakhiri Daini dengan penusukan oleh senjata tajam.
Indonesia darurat femisida
Femisida, atau pembunuhan perempuan berdasarkan gender, menjadi isu yang semakin mendesak di Indonesia. Pada tahun 2024, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat sejumlah kasus femisida yang mengkhawatirkan. Femisida sebagai puncak dari kekerasan berbasis gender yang berkepanjangan. Komnas Perempuan melaporkan bahwa pada tahun 2023 saja, terdapat 159 kasus femisida yang terpantau, dengan mayoritas pelaku adalah pasangan intim korban. Dalam rentang waktu 2020 hingga 2023, jumlah kasus femisida menunjukkan fluktuasi, dengan 95 kasus pada tahun 2020, meningkat menjadi 307 kasus pada tahun 2022.
Jenis-jenis Femisida
Berdasarkan penelitian Komnas Perempuan, terdapat sembilan jenis femisida yang diidentifikasi, termasuk femisida intim (yang dilakukan oleh pasangan atau mantan pasangan), femisida budaya, dan femisida terhadap kelompok rentan seperti perempuan disabilitas dan transpuan. Kasus femisida intim tercatat sebagai yang tertinggi, menunjukkan adanya pola kekerasan yang berulang dalam hubungan dekat.
Tindakan dan Rekomendasi
Dalam menghadapi fenomena ini, Komnas Perempuan mendorong pemerintah untuk membentuk mekanisme pemantauan femisida” untuk mengumpulkan dan menganalisis data secara sistematik. Ini penting untuk memahami skala masalah dan merumuskan kebijakan yang lebih efektif dalam pencegahan dan penanganan kasus femisida. Selain itu, peningkatan kesadaran masyarakat mengenai tanda-tanda kekerasan dalam rumah tangga juga dianggap krusial.
Kesadaran Masyarakat dan Penegakan Hukum
Masyarakat diharapkan lebih peka terhadap kekerasan berbasis gender dan berani melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib. Penegakan hukum yang lebih ketat terhadap pelaku kekerasan juga diperlukan untuk memberikan efek jera. Penggunaan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam penanganan kasus femisida harus dioptimalkan agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
Family learning center PWM DIY mengajak seluruh elemen Muhammadiyah DIY khususnya dan Masyarakat secara umum, untuk peduli dan melakukan penanganan serta pencegahan femisida dan kekerasan berbasis gender lainnya. Sebab, setiap manusia berhak atas kehendaknya masing-masing dan berhak atas dijaminnya keselamatan tanpa adanya ancaman.
